https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/c/c3/BPKB_Lama.jpg |
Yang tidak saya setujui disini adalah saya disuruh untuk balik nama, padahal kendaraan tersebut masih milik saya. Akhirnya saya disuruh menanyakan langsung ke bagian penerbitan BPKB yang ada di Kantor Satlantas Polres Blora.
Sebelum keluar dari Kantor Samsat, saya sempatkan terlebih dahulu untuk mencetak STNK yang kebetulan sehari sebelumnya sudah saya bayar pajak kendaraannya melalui aplikasi Sakpole. Tanpa dicetak pun, sebenarnya tidak masalah karena saya sudah mendapatkan e-Pengesahan STNK berupa file pdf yang bisa dicetak sendiri. Berhubung printer di rumah rusak, dan mumpung sekalian berada di Kantor Samsat, ya mending sekalian dicetak saja. Sedikit promosi, sekarang bayar pajak kendaraan bermotor di wilayah Jateng bisa menggunakan aplikasi Sakpole yang bisa di download di Google Playstore, sangat mudah digunakan dan bisa dimana saja, tidak perlu antri lagi.
Kembali fokus pada judul tulisan ini, akhirnya saya menuju ke Kantor Satlantas Polres Blora yang berada di Jalan Pemuda. Sebelum sampai Kantor Satlantas, saya juga mampir di Bank BNI untuk mengganti buku tabungan yang juga dimakan rayap bareng BPKB karena ditempatkan dalam satu rak buku. Tapi untuk yang ini tidak perlu dibahas di tulisan ini karena tidak terlalu penting, karena setelah dari Bank BNI saya juga mampir ke tambal ban motor karena bocor.
Lanjut ya, akhirnya saya sampai di Kantor Satlantas Polres Blora ke bagian penerbitan BPKB. Sama seperti solusinya bapak polisi yang ada di Samsat, di Satlantas saya dikasih dua pilihan. Jika BPKB saya dibalik nama, bisa diterbitkan BPKB baru dengan perkiraan jadinya tiga bulanan. Tapi jika ingin tetap menggunakan nama saya, bisa memakan waktu dua sampai lima tahun. Itu pun syaratnya tidak sedikit dan ribet.
Saya tidak sempat membaca semua persyaratannya karena dari syarat yang nomor satu saja saya sudah tidak sepakat. Syarat nomor satu adalah membawa surat keterangan kehilangan dari kepolisian. Bagaimana mungkin saya mengurus surat kehilangan sedangkan bukti fisik BPKB saya yang rusak dimakan rayap saja masih ada?
Kemudian, jika semua persyaratannya saya penuhi, itu pun jadinya dua tahun bahkan sampai lima tahun. Ini menurut saya waktu yang tidak sebentar. Proses muternya berkas itu kemana saja hingga membutuhkan waktu yang sangat lama? Bagaimana jika setahun atau dua tahun kemudian ada keinginan untuk menjual motor tersebut? Kan jadinya tambah ribet. Akhirnya saya putuskan tidak jadi mengurus BPKB, pulang dengan tangan kosong.
Di akhir tulisan ini, barangkali ada dari pihak pejabat pemerintahan atau pejabat kepolisian yang membacanya, saya mohon untuk disesuaikan persyaratannya dengan kondisi yang sebenarnya dan diefisienkan waktunya. Karena di tempat lain, misalnya di wilayah Jakarta, saya sempat membaca beritanya ada program untuk penerbitan BPKB atau STNK yang hilang maupun rusak bagi masyarakatnya yang mengalami korban banjir, beritanya ada di sini. Di berita tersebut sangat jelas sekali bagi yang hilang atau rusak, syaratnya pun berbeda.